Menurut
data kependudukan tahun 2010, tercatat bahwasannya orang Jawa
mempunyai populasi terbanyak di Indonesia, yakni lebih dari 120 juta
orang. Orang-orang Jawa ini tersebar hampir merata di seluruh daerah di Indonesia,
bahkan sampai ke luar negeri. Maka jangan heran apabila anda mendapati
orang-orang Jawa ada di daerah yang sudah sangat jauh dari pulau Jawa itu
sendiri.
Pembahasan
ini bukanlah untuk membangga-banggakan satu ras tertentu, akan tetapi semata
untuk pembelajaran sejarah yang perlu untuk kita pelajari dan ketahui.
ASAL USUL SUKU JAWA
Jika
kita membahas asal usul suku Jawa, maka bisa dibilang kita sedang membahas asal
usul orang Indonesia secara keseluruhan. Hal ini disandarkan kepada penemuan
fosil dari homo erectus yang dikenal juga dengan nama “Manusia Jawa” oleh
Eugene Dubois, seorang ahli anatomi dari Belanda pada tahun 1891 di Trinil,
Ngawi. Fosil tersebut diperkirakan berumur mencapai 700.000 tahun, sehingga ia
termasuk dari salah satu spesies manusia kuno yang pernah ditemukan.
Kurang
lebih sekitar 40 tahun kemudian, ditemukan lagi fosil lainnya, yang jika
dilihat dari perkakas yang juga ditemukan, diperkirakan fosil ini lebih muda
dari fosil sebelumnya, yakni ‘baru’ berumur kurang lebih 150.000 tahun.
VERSI PERTAMA
Menurut
versi pertama, nenek moyang masyarakat Jawa adalah orang purba yang berasal
dari Austronesia, sebuah spesies yang diperkirakan berasal dari Taiwan yang
bermigrasi ke pulau Jawa pada tahun 1500 dan 1000 sebelum masehi.
VERSI KEDUA
Versi
kedua menyatakan, bahwa asal mula orang Jawa berasal dari daratan Indochina
yang datang dari tanah Kamboja atau Laos. Ada kemungkinan juga berasal dari
Vietnam.
VERSI KETIGA
Ada
rumor juga yang mengatakan bahwa orang Jawa merupakan keturunan orang dari
tanah Pasundan yang berkawin-campur dengan para pendatang dari India atau dari
Indochina. Sedangkan menurut beberapa tulisan, baru pada pertengahan abad 3 M,
orang Jawa mulai menempati pulau Jawa. Ditandai dengan hadirnya sebuah
kerajaan Taruma pada abad 4.
Kerajaan
Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah barat pulau Jawa
pada abad 4 hingga abad 7 M. Kerajaan Taruma termasuk salah satu kerajaan
tertua di wilayah Indonesia yang meninggalkan catatan sejarah.
KEPERCAYAAN ORANG JAWA SEBELUM MASUKNYA AGAMA
Situasi
kehidupan “religius” masyarakat di Tanah Jawa sebelum datangnya Islam sangatlah
heterogen. Kepercayaan import maupun kepercayaan yang asli telah dianut oleh
orang Jawa. Sebelum Hindu dan Budha, masyarakat Jawa prasejarah telah memeluk
keyakinan yang bercorak animisme dan dinamisme.
Pandangan
hidup orang Jawa adalah mengarah pada pembentukan kesatuan numinous antara alam
nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap keramat. Di samping
itu, mereka meyakini kekuatan magis keris, tombak, dan senjata lainnya.
Benda-benda yang dianggap keramat dan memiliki kekuatan magis ini selanjutnya
dipuja, dihormati, dan mendapat perlakuan istimewa.
SUKU JAWA PADA MASA HINDU-BUDHA
Kepercayaan
kuno yang dianut oleh suku Jawa adalah animisme dan terus berlanjut seperti itu
hingga datang para pembawa agama Hindu dan Budha ke Tanah Jawa melalui
perdagangan dengan orang-orang India. Masyarakat Jawa lebih mudah tertarik
dengan agama yang dibawa oleh mereka lantaran filosofi agama Hindu-Budha bisa
menyatu dengan filosofi orang Jawa lokal yang unik.
Kedu
dan Kewu adalah tempat berkumpulnya kultur suku Jawa yang terdapat di lereng
Gunung Merapi yang sekaligus menjadi jantung dari Kerajaam Medang Bhumi
Mataram. Beberapa dinasti kuno lainnya, seperti Sanjaya dan Syailendra juga
menggunakan tempat itu sebagai pusat pemerintahan mereka.
Ketika
Mpu Sendok memerintah, pada abad 10, ibu kota kerajaan dipindahkan ke dekat
Sungai Brantas. Kejadian ini yang dipercaya juga sebagai sebab pergeseran pusat
kebudayaan dan politik suku Jawa. Diperkirakan, perpindahan ini disebabkan oleh
erupsi vulkanik dari Gunung Merapi, tapi ada juga yang mengatakan bahwasannya
perpindahan pusat pemerintahan ini disebabkan oleh serangan dari Kerajaan
Sriwijaya.
Perkembangan
suku Jawa mulai bangkit lagi ketika Kertanegara menjadi raja dari Kerajaan
Singosari pada awal abad ke-13. Raja yang senang memperluas wilayah ini
melakukan ekspedisi besar-besaran ke Madura, Bali, Kalimantan dan Sumatera,
yang pada akhirnya, Kerajaan Singosari berhasil menguasai perdagangan di selat
Malaka, menyusul kekalahan Kerajaan Melayu.
Kedigdayaan
Kerajaan Singosari terhenti pada tahun 1292 M ketika pecahnya pemberontakan
oleh Jayakatwang yang berhasil membunuh Kertanegara. Pada akhirnya, Jayakatwang
sendiri dibunuh oleh anak dari Kertanegara, yaitu Raden Wijaya. Dan Raden
Wijaya inilah yang kelak mendirikan salah satu kerajaan terbesar di Nusantara
kala itu, Kerajaan Majapahit.
MASUKNYA ISLAM KE TANAH JAWA
Sebelum
Islam masuk ke tanah Jawa, sebagaimana yang kita telah paparkan di atas,
mayoritas masyarakat Jawa telah menganut agama Hindu-Budha. Namun, seiring
dengan waktu berjalan, tidak lama kemudian Islam masuk ke Jawa melewati Gujarat
dan Persi dan ada yang berpendapat langsung dibawa oleh orang Arab.
Kedatangan
Islam di Jawa dibuktikan dengan ditemukannya batu nisan kubur bernama Fatimah
binti Maimun serta makam Maulana Malik Ibrahim. Saluran-saluran Islamisasi yang
berkembang ada enam yaitu: perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan,
kesenian, dan politik.
Era
Walisongo (Sembilan Wali Allah) adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha
dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Walisongo
adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa peranan
Walisongo sangat besar dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa.
Di
pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo. Wali ialah orang
yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah.
Dengan usaha dakwah mereka, para wali ini kemudian mendapatkan posisi strategis
di kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah
tidaknya seseorang naik tahta sekaligus penasihat sultan.
Karena
dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan
alias susuhunan (yang dijunjung tinggi).
Kesembilan
wali tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah
wali yang pertama datang ke Tanah Jawa pada abad ke-13 dan menyiarkan Islam di
sekitar Gresik, Jawa Timur. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.
2. Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam
di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan perancang pembangunan Masjid
Demak.
3. Sunan Drajad (Syarifudin). Beliau adalah wali
sekaligus anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Surabaya. Ia
dikenal sebagai seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.
4. Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Beliau juga
anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang. Beliau
terkenal sangat bijaksana.
5. Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said).
Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin,
pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan dengan
lingkungan setempat.
6. Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di
Jawa dan luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan
agama dengan metode bermain.
7. Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di
Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan
Menara Kudus.
8. Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan
Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah.
Sangat dekat dengan rakyat jelata.
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah).
Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa
besar.
KERAJAAN ISLAM MASA LALU
Ketika
Majapahit mengalami banyak permasalahan tentang siapa yang menjadi penerus,
beberapa perang sipil terjadi dan membuat Majapahit kehilangan kekuatan mereka
sendiri. Ketika Majapahit mulai runtuh, pulau Jawa juga mulai berubah dengan
berkembangnya Islam.
Maka
keruntuhan Majapahit ini menjadi momentum bagi kesultanan Demak untuk menjadi
kerajaan yang paling kuat. Kesultanan Demak ini nantinya juga memainkan peranan
penting dalam menghalau kekuatan kolonial Portugis yang datang. Dua kali Demak
menyerang Portugis ketika para kaum Portugis menundukkan Malaka.
Demak
juga dikenal dengan keberanian mereka menyerang aliansi Portugis dan Kerajaan
Sunda. Kesultanan Demak kemudian dilanjutkan oleh Kerajaan Pajang dan
Kesultanan Mataram, dan perubahan ini juga memaksa pusat kekuatan berpindah
dari awalnya ada di pesisir Demak menuju Pajang di Blora, dan akhirnya pindah
lagi ke Mataram tepatnya di Kotagede yang ada di dekat Yogyakarta sekarang ini.
7 FILOSOFI HIDUP SUKU JAWA
1. Urip Iku Urup (Hidup itu harus
menyala/bermanfaat)Filosofi ini menggambarkan sifat dasar sebagian besar orang
Jawa yang senang berbagi atau memberikan manfaat kepada orang lain.
2. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara (Manusia
hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan,
serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak). Inilah filosofi yang
dipakai oleh orang-orang Jawa yang melahirkan sifat tenang dan tidak suka
dengan kerusuhan.
3. Ojo Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan
Kemareman (Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk
memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi).Sebetulnya filosofi ini
sangatlah penting, namun sayangnya sudah banyak ditinggalkan kecuali oleh
kakek-nenek kita dahulu.
4. Ojo Kuminter Mundak Keblinger, Ojo Cidro
Mundak Ciloko (Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan
suka berbuat curang agar tidak celaka).Salah satu filosofi yang paling berharga
yang mengarahkan (sebagian besar) keturunan orang Jawa agar tidak sombong dan
licik.
5. Wong Jowo Kwi Gampang Ditekak-tekuk (Orang
Jawa itu luwes).Bukan berarti mereka mudah dikendalikan, akan tetapi
lebih karena mereka adalah orang-orang yang luwes dan mudah bergaul dengan
beragam masyarakat yang ada.
6. Mangan Ora Mangan Sing Penting
Ngumpul (Makan tidak makan yang penting kumpul).Filosofi yang sangat
terkenal ini menunjukkan sifat suka bergotong-royong.
7. Nrimo Ing Pandum (Menerima Pemberian Dari
Yang Kuasa).Inilah ciri khas orang-orang Jawa, yaitu Nrimo. Maksudnya, mereka
adalah orang-orang yang sangat pandai bersyukur atas apa saja yang diberikan
oleh Tuhan.
SIFAT SERTA KARAKTER MASYARAKAT JAWA
KEBANYAKAN
Sebagian
besar masyarakat Jawa hingga kini masih tetap mengamalkan filosofi mereka
sehingga kita pun bisa mengenali sifat dan karakter mereka yang
khas. Karakter orang Jawa diidentikkan dengan sikap sopan, segan, pemalu
serta menjaga etika bicara. Dalam keseharian masyarakat Jawa, mereka sangat
menjunjung tinggi sifat Andap Asor terhadap orang yang lebih
tua. Andap Asor adalah adab ketika berbicara yang memiliki
tingkatan-tingkatan, melihat siapa lawan bicaranya.
1. Pemalu
Masyarakat
Jawa juga umumnya cenderung sering menyembunyikan perasaannya. Mereka akan
menampik penawaran yang ditawarkan dengan lemah lembut demi menjaga perasaan
orang yang memberi. Contoh lainnya, apabila mereka bertamu, orang Jawa tidak
akan mencicipi hidangan yang disediakan hingga dipersilakan oleh tuan rumah.
Karena sikap ini, terkadang mereka rela mengorbankan kehendak atau keinginan
hati.
2. Sopan
Ketika
berbicara, masyarakat Jawa akan sangat menjunjung tinggi etika. Seseorang yang
lebih muda ketika berbicara dengan orang tua atau yang lebih mulia harus
menggunakan bahasa kromo inggil, yaitu bahasa Jawa halus. Sedangkan bahasa
yang dipakai ketika berbicara dengan orang seumuran atau lebih muda adalah
bahasa ngoko atau bahasa Jawa biasa.
3. Gotong-Royong
Salah
satu ciri khas yang sulit dilepaskan dari pribadi orang-orang Jawa adalah sifat
gotong royong atau saling membantu sesama masyarakat, terutama tetangga.
Apabila kita berkunjung ke desa-desa, kita akan dengan mudah mendapati
orang-orang yang memiliki sifat ini. Terkadang, apabila ada tetangga mereka
yang hendak membangun rumah, mereka tidak akan segan ikut membantu sekalipun
tidak dibayar, begitu juga sebaliknya.
4. Terima Apa Adanya
Sifat
inilah yang membuat orang-orang dari berbagai suku mengincar wanita-wanita Jawa
sebagai calon pendamping hidup. Selain karena berbagai aspek lainnya, sifat
menerima apa adanya inilah yang menjadi daya tarik tersendiri. Hal ini sangat
berpengaruh dalam proses perjalanan rumah tangga karena istri yang memiliki
sifat mudah menerima, terutama dalam hal ekonomi, tidak akan menjadi beban
pikiran sang suami.
Sumber:
http://nettik.net/asal-usul-sejarah-suku-jawa-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar