Senin, 07 Maret 2016

SEJARAH PANJANG SUKU JAWA

Menurut data kependudukan tahun 2010, tercatat bahwasannya orang Jawa mempunyai populasi terbanyak di Indonesia, yakni lebih dari 120 juta orang. Orang-orang Jawa ini tersebar hampir merata di seluruh daerah di Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri. Maka jangan heran apabila anda mendapati orang-orang Jawa ada di daerah yang sudah sangat jauh dari pulau Jawa itu sendiri.
Pembahasan ini bukanlah untuk membangga-banggakan satu ras tertentu, akan tetapi semata untuk pembelajaran sejarah yang perlu untuk kita pelajari dan ketahui.

ASAL USUL SUKU JAWA
Jika kita membahas asal usul suku Jawa, maka bisa dibilang kita sedang membahas asal usul orang Indonesia secara keseluruhan. Hal ini disandarkan kepada penemuan fosil dari homo erectus yang dikenal juga dengan nama “Manusia Jawa” oleh Eugene Dubois, seorang ahli anatomi dari Belanda pada tahun 1891 di Trinil, Ngawi. Fosil tersebut diperkirakan berumur mencapai 700.000 tahun, sehingga ia termasuk dari salah satu spesies manusia kuno yang pernah ditemukan.
Kurang lebih sekitar 40 tahun kemudian, ditemukan lagi fosil lainnya, yang jika dilihat dari perkakas yang juga ditemukan, diperkirakan fosil ini lebih muda dari fosil sebelumnya, yakni ‘baru’ berumur kurang lebih 150.000 tahun.

VERSI PERTAMA
Menurut versi pertama, nenek moyang masyarakat Jawa adalah orang purba yang berasal dari Austronesia, sebuah spesies yang diperkirakan berasal dari Taiwan yang bermigrasi ke pulau Jawa pada tahun 1500 dan 1000 sebelum masehi.

VERSI KEDUA
Versi kedua menyatakan, bahwa asal mula orang Jawa berasal dari daratan Indochina yang datang dari tanah Kamboja atau Laos. Ada kemungkinan juga berasal dari Vietnam.

VERSI KETIGA
Ada rumor juga yang mengatakan bahwa orang Jawa merupakan keturunan orang dari tanah Pasundan yang berkawin-campur dengan para pendatang dari India atau dari Indochina. Sedangkan menurut beberapa tulisan, baru pada pertengahan abad 3 M, orang Jawa mulai menempati pulau Jawa. Ditandai dengan hadirnya sebuah kerajaan Taruma pada abad 4.
Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah barat pulau Jawa pada abad 4 hingga abad 7 M. Kerajaan Taruma termasuk salah satu kerajaan tertua di wilayah Indonesia yang meninggalkan catatan sejarah.

KEPERCAYAAN ORANG JAWA SEBELUM MASUKNYA AGAMA
Situasi kehidupan “religius” masyarakat di Tanah Jawa sebelum datangnya Islam sangatlah heterogen. Kepercayaan import maupun kepercayaan yang asli telah dianut oleh orang Jawa. Sebelum Hindu dan Budha, masyarakat Jawa prasejarah telah memeluk keyakinan yang bercorak animisme dan dinamisme.
Pandangan hidup orang Jawa adalah mengarah pada pembentukan kesatuan numinous antara alam nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap keramat. Di samping itu, mereka meyakini kekuatan magis keris, tombak, dan senjata lainnya. Benda-benda yang dianggap keramat dan memiliki kekuatan magis ini selanjutnya dipuja, dihormati, dan mendapat perlakuan istimewa.

SUKU JAWA PADA MASA HINDU-BUDHA
Kepercayaan kuno yang dianut oleh suku Jawa adalah animisme dan terus berlanjut seperti itu hingga datang para pembawa agama Hindu dan Budha ke Tanah Jawa melalui perdagangan dengan orang-orang India. Masyarakat Jawa lebih mudah tertarik dengan agama yang dibawa oleh mereka lantaran filosofi agama Hindu-Budha bisa menyatu dengan filosofi orang Jawa lokal yang unik.
Kedu dan Kewu adalah tempat berkumpulnya kultur suku Jawa yang terdapat di lereng Gunung Merapi yang sekaligus menjadi jantung dari Kerajaam Medang Bhumi Mataram. Beberapa dinasti kuno lainnya, seperti Sanjaya dan Syailendra juga menggunakan tempat itu sebagai pusat pemerintahan mereka.
Ketika Mpu Sendok memerintah, pada abad 10, ibu kota kerajaan dipindahkan ke dekat Sungai Brantas. Kejadian ini yang dipercaya juga sebagai sebab pergeseran pusat kebudayaan dan politik suku Jawa. Diperkirakan, perpindahan ini disebabkan oleh erupsi vulkanik dari Gunung Merapi, tapi ada juga yang mengatakan bahwasannya perpindahan pusat pemerintahan ini disebabkan oleh serangan dari Kerajaan Sriwijaya.
Perkembangan suku Jawa mulai bangkit lagi ketika Kertanegara menjadi raja dari Kerajaan Singosari pada awal abad ke-13. Raja yang senang memperluas wilayah ini melakukan ekspedisi besar-besaran ke Madura, Bali, Kalimantan dan Sumatera, yang pada akhirnya, Kerajaan Singosari berhasil menguasai perdagangan di selat Malaka, menyusul kekalahan Kerajaan Melayu.
Kedigdayaan Kerajaan Singosari terhenti pada tahun 1292 M ketika pecahnya pemberontakan oleh Jayakatwang yang berhasil membunuh Kertanegara. Pada akhirnya, Jayakatwang sendiri dibunuh oleh anak dari Kertanegara, yaitu Raden Wijaya. Dan Raden Wijaya inilah yang kelak mendirikan salah satu kerajaan terbesar di Nusantara kala itu, Kerajaan Majapahit.

MASUKNYA ISLAM KE TANAH JAWA
Sebelum Islam masuk ke tanah Jawa, sebagaimana yang kita telah paparkan di atas, mayoritas masyarakat Jawa telah menganut agama Hindu-Budha. Namun, seiring dengan waktu berjalan, tidak lama kemudian Islam masuk ke Jawa melewati Gujarat dan Persi dan ada yang berpendapat langsung dibawa oleh orang Arab.
Kedatangan Islam di Jawa dibuktikan dengan ditemukannya batu nisan kubur bernama Fatimah binti Maimun serta makam Maulana Malik Ibrahim. Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam yaitu: perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian, dan politik.
Era Walisongo (Sembilan Wali Allah) adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Walisongo adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa peranan Walisongo sangat besar dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa.
Di pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo. Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah. Dengan usaha dakwah mereka, para wali ini kemudian mendapatkan posisi strategis di kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta sekaligus penasihat sultan.
Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan alias susuhunan (yang dijunjung tinggi).
Kesembilan wali tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Tanah Jawa pada abad ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik, Jawa Timur. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.
2.      Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.
3.      Sunan Drajad (Syarifudin). Beliau adalah wali sekaligus anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Surabaya. Ia dikenal sebagai seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.
4.      Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Beliau juga anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang. Beliau terkenal sangat bijaksana.
5.      Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan dengan lingkungan setempat.
6.      Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di Jawa dan luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.
7.      Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.
8.      Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.
9.      Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar.

KERAJAAN ISLAM MASA LALU
Ketika Majapahit mengalami banyak permasalahan tentang siapa yang menjadi penerus, beberapa perang sipil terjadi dan membuat Majapahit kehilangan kekuatan mereka sendiri. Ketika Majapahit mulai runtuh, pulau Jawa juga mulai berubah dengan berkembangnya Islam.
Maka keruntuhan Majapahit ini menjadi momentum bagi kesultanan Demak untuk menjadi kerajaan yang paling kuat. Kesultanan Demak ini nantinya juga memainkan peranan penting dalam menghalau kekuatan kolonial Portugis yang datang. Dua kali Demak menyerang Portugis ketika para kaum Portugis menundukkan Malaka.
Demak juga dikenal dengan keberanian mereka menyerang aliansi Portugis dan Kerajaan Sunda. Kesultanan Demak kemudian dilanjutkan oleh Kerajaan Pajang dan Kesultanan Mataram, dan perubahan ini juga memaksa pusat kekuatan berpindah dari awalnya ada di pesisir Demak menuju Pajang di Blora, dan akhirnya pindah lagi ke Mataram tepatnya di Kotagede yang ada di dekat Yogyakarta sekarang ini.

7 FILOSOFI HIDUP SUKU JAWA
1.      Urip Iku Urup (Hidup itu harus menyala/bermanfaat)Filosofi ini menggambarkan sifat dasar sebagian besar orang Jawa yang senang berbagi atau memberikan manfaat kepada orang lain.
2.      Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara (Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan, serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak). Inilah filosofi yang dipakai oleh orang-orang Jawa yang melahirkan sifat tenang dan tidak suka dengan kerusuhan.
3.      Ojo Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman (Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi).Sebetulnya filosofi ini sangatlah penting, namun sayangnya sudah banyak ditinggalkan kecuali oleh kakek-nenek kita dahulu.
4.      Ojo Kuminter Mundak Keblinger, Ojo Cidro Mundak Ciloko (Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak celaka).Salah satu filosofi yang paling berharga yang mengarahkan (sebagian besar) keturunan orang Jawa agar tidak sombong dan licik.
5.      Wong Jowo Kwi Gampang Ditekak-tekuk (Orang Jawa itu luwes).Bukan berarti mereka mudah dikendalikan, akan tetapi lebih karena mereka adalah orang-orang yang luwes dan mudah bergaul dengan beragam masyarakat yang ada.
6.      Mangan Ora Mangan Sing Penting Ngumpul (Makan tidak makan yang penting kumpul).Filosofi yang sangat terkenal ini menunjukkan sifat suka bergotong-royong.
7.      Nrimo Ing Pandum (Menerima Pemberian Dari Yang Kuasa).Inilah ciri khas orang-orang Jawa, yaitu Nrimo. Maksudnya, mereka adalah orang-orang yang sangat pandai bersyukur atas apa saja yang diberikan oleh Tuhan.

SIFAT SERTA KARAKTER MASYARAKAT JAWA KEBANYAKAN
Sebagian besar masyarakat Jawa hingga kini masih tetap mengamalkan filosofi mereka sehingga kita pun bisa mengenali sifat dan karakter mereka yang khas. Karakter orang Jawa diidentikkan dengan sikap sopan, segan, pemalu serta menjaga etika bicara. Dalam keseharian masyarakat Jawa, mereka sangat menjunjung tinggi sifat Andap Asor terhadap orang yang lebih tua. Andap Asor adalah adab ketika berbicara yang memiliki tingkatan-tingkatan, melihat siapa lawan bicaranya.
1.      Pemalu
Masyarakat Jawa juga umumnya cenderung sering menyembunyikan perasaannya. Mereka akan menampik penawaran yang ditawarkan dengan lemah lembut demi menjaga perasaan orang yang memberi. Contoh lainnya, apabila mereka bertamu, orang Jawa tidak akan mencicipi hidangan yang disediakan hingga dipersilakan oleh tuan rumah. Karena sikap ini, terkadang mereka rela mengorbankan kehendak atau keinginan hati.
2.      Sopan
Ketika berbicara, masyarakat Jawa akan sangat menjunjung tinggi etika. Seseorang yang lebih muda ketika berbicara dengan orang tua atau yang lebih mulia harus menggunakan bahasa kromo inggil, yaitu bahasa Jawa halus. Sedangkan bahasa yang dipakai ketika berbicara dengan orang seumuran atau lebih muda adalah bahasa ngoko atau bahasa Jawa biasa.
3.      Gotong-Royong
Salah satu ciri khas yang sulit dilepaskan dari pribadi orang-orang Jawa adalah sifat gotong royong atau saling membantu sesama masyarakat, terutama tetangga. Apabila kita berkunjung ke desa-desa, kita akan dengan mudah mendapati orang-orang yang memiliki sifat ini. Terkadang, apabila ada tetangga mereka yang hendak membangun rumah, mereka tidak akan segan ikut membantu sekalipun tidak dibayar, begitu juga sebaliknya.
4.      Terima Apa Adanya
Sifat inilah yang membuat orang-orang dari berbagai suku mengincar wanita-wanita Jawa sebagai calon pendamping hidup. Selain karena berbagai aspek lainnya, sifat menerima apa adanya inilah yang menjadi daya tarik tersendiri. Hal ini sangat berpengaruh dalam proses perjalanan rumah tangga karena istri yang memiliki sifat mudah menerima, terutama dalam hal ekonomi, tidak akan menjadi beban pikiran sang suami.

Sumber:

http://nettik.net/asal-usul-sejarah-suku-jawa-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar